Rabu, 05 Agustus 2015

Support & Standard Mechanical Boiler

SWEETCORN TECH

Adalah kontraktor mekanik specialis segala boiler dan turunan produknya.
kami memiliki berbagai dukungan klien, suplay, standard, dll.
Percayakan kepada kami sebagai ahli dan konsultan setting produk mekanik boiler anda sesuai dengan lisence industri berstandard internasional.











INDUSTRIAL BOILER INDONESIA

INDUSTRIAL BOILER INDONESIA

 

SWEETCORN TECH

PRODUCT

PRODUCT FOCUS


  • Energy Services ( Cooling and Heating system )
  • Machining for customize component
  • Pressure Vessel & Boiler
  • Heat Exchanger
  • Power Piping
  • Utilities services
  • Customize Machineries  
  • Trading ( Boiler Spare Parts, Instruments, etc. )
  • Water Treatment
  • Engineering Consultant


ENERGY SERVICE


  • Boiler Maintenance
             * TroubleShoot,
             * Cleanning,
             * WaterTreatment & Boiler Performance Test    ,
             * Re-tubing, Refractory,  Trouble shoot, Fuel Conversion.
  • Pressure Vessel
  • Heat Exchanger Design
  • Heat Exchanger Service
  • Utilities Piping Erection
  • Energy Management 
 SWEETCORN TECH services will help the product to your company achieve production capabilities and supporting other useful and beneficial to help your company's performance.
Contact us immediately. Let us find the best solution to your company's achievements.






































































































Besi Pipa Boiler

Berikut ini adalah  jenis pipa yang lazim digunakan dalam mekanik boiler dari
SWEETCORN TECH

Pipa Boiler

Pipa boiler adalah pipa yang mempunyai spesifikasi khusus dan digunakan sebagai instalasi pembuatan boiler dimana, pipa ini mempunyai karakteristik tahan panas dan tekanan pada suhu panas banyak spesifikasi pada pipa boiler tergantung kebutuhan. Dimensi pipa boiler berbeda-beda dari segi ketebalan diding pipa dan panjang pipa pada umumnya 7 meter.
Pipa Baja Boiler karbon menunjukkan ketahanan korosi ringan dan kekuatan yang adil hingga 1000F . Namun, penggunaannya di atas 800F harus memperhitungkan kerentanan terhadap grafitisasi . Grafitisasi belum menjadi masalah yang signifikan dalam ketebalan yang dihadapi dalam boiler tabung . Penggunaan pipa bagian berat di atas 800F , bagaimanapun , tidak dianjurkan . Penerapan mulus dan dilas pipa baja karbon dalam boiler dibatasi untuk suhu maksimum 800F untuk berbingkai dan 1000F untuk membunuh baja dengan ASME Boiler dan Kode Bejana , ” Bagian I , Boiler Pembangkit Listrik . ” Kode tidak mencantumkan maksimum yang diijinkan tekanan luar 1000F untuk karbon baja steels.Carbon – molibdenum

STEELS CARBON – MOLYBDENUM
SA209
Carbon – moly baja menunjukkan kekuatan merayap lebih tinggi dari baja karbon biasa , dan secara luas digunakan dalam layanan boiler suhu tinggi . Baja ini nominal mengandung 0,5% molibdenum . Bila terkena suhu di atas 850 – 900F untuk jangka waktu yang lama , baja karbon – moly juga rentan terhadap grafitisasi . Sekali lagi , fenomena ini bagian ukuran tergantung , dan menggunakan pipa dari kelas ini di atas 850F tidak dianjurkan . Tahap karbida tidak stabil , dan akan kembali ke grafit .  ASME Boiler moly baja hingga 1000F .

INTERMEDIATE CHROME PADUAN
SA213 – T2
Ini baja paduan rendah pameran Grafitisasi ketahanan dan kekuatan creep lebih besar dari baja karbon – moly . Ketahanan korosi sebanding dengan karbon – moly . T2 memiliki tekanan yang diijinkan terdaftar hingga 1000F di Boiler Kode ASME .Kromium dalam semua Croloys menstabilkan karbon sebagai karbida kromium , sehingga membuat mereka kebal terhadap grafitisasi .
SA213 -T12
Ini adalah 1 – kromium , 1/2-molybdenum paduan yang terbatas pada suhu maksimum 1200F oleh Boiler ASME dan Kode Bejana , ” Bagian I , Menekankan diijinkan . ” T12 kadang-kadang digunakan sebagai pengganti tabung T2 karena kekuatannya lebih besar .




SA213 – T11
Kelas ini memiliki sifat kekuatan creep sama dengan T12 . Hal ini lebih tahan dari baja kromium bebas korosi , dan cukup tahan terhadap oksidasi suhu tinggi karena lebih tinggi silikon dan kromium isinya .
Ketahanan oksidasi ini penting karena logam terkena suhu tinggi untuk waktu yang lama akan menumpuk lapisan pelindung skala . Pada beberapa temperatur minimum , skala akan menjadi tidak patuh , secara bertahap serpihan , dan menyebabkan erosi partikel padat turbin . Namun, pengelupasan kulit jarang menyebabkan kegagalan sebelum merayap atau suhu tinggi menghasilkan
Tegangan yang diijinkan terdaftar oleh Boiler ASME dan Kode Bejana untuk 1200F .

SA213 – T22
2-1/4 kromium ini , 1 molibdenum paduan memiliki sifat creep sangat tinggi , tetapi terbatas untuk aplikasi untuk 1125F karena kemungkinan lebih tinggi pengelupasan skala suhu . Hal ini tercantum dalam Kode ASME Boiler untuk temperatur 1200F .

SA213 – T9
A 9 – kromium – molibdenum paduan 1 , T9 menawarkan ketahanan korosi yang sangat baik dengan baik kekuatan suhu tinggi . Ini juga memiliki ketahanan oksidasi yang baik dan dapat digunakan untuk 1200F maksimal . Beberapa kali T9 merupakan pengganti yang memadai untuk nilai stainless lebih mahal . The Boiler Kode membatasi T9 ke 1200F .
Pipa  boiler terbuat dari tahan panas karbon dan baja paduan rendah yang dapat menahan beban pada tekanan tinggi dan suhu . Tabung boiler digunakan untuk bagian dari jenis energi peralatan seperti boiler , superheaters uap , pipa uap, dll Tabung disediakan sebagai canai panas atau dingin ditarik . Spesifikasi, dimensi dan jenis baja ditunjukkan pada gambaran yang terpisah .

Dimensi Pipa boiler dan toleransi
Dimensi pipa berkisar dari 10,2 mm sampai 139,7 mm , dari 21,3 mm diameter dan tebal dinding dari 2,3 mm dan mereka diberikan sebagai canai panas . Tabung diameter yang lebih kecil dan tabung dinding tebal diameter yang lebih besar diberikan sebagai dingin ditarik dan kemudian mereka diperlakukan panas . Tabung pengiriman dalam kondisi ini terjadi hanya jika ada kesepakatan dimuka pada saat memesan tabung . Berdasarkan perjanjian adalah mungkin untuk memberikan tabung boiler dengan dimensi dan toleransi sesuai dengan spesifikasi dimensi untuk presisi tabung .

Dimensi tabung memenuhi persyaratan  sesuai  sebagai berikut :
EN 10216-2 : P195GH , P235GH , P265GH , 16Mo3 , 14MoV6 – 2 , 14MoV6 – 3 , 10CrMo5 – 5 , 13CrMo4 – 5 , 10CrMo9 – 10 , 11CrMo9 – 10 , 25CrMo4 , T2 , T24 , T5 , T91 ; ASTM A 106 : Kelas A , Kelas B , Kelas C. baja tambahan menurut DIN 17175 , BS 3059-1 , BS 3059-2 , BS 3602-1 , BS 3604-1 , NFA 49-211 , NF A 49 – 213 , UNI 5462 , GOST 8731 , GOST 4543 , GOST 20.072 dan PN – H 74252 dan komposisi kimia dan sifat mekanik yang ditunjukkan pada gambaran yang terpisah .


Permen Depnaker Tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat BNSP




Menimbang :
  1. bahwa sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.12/MEN/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, maka perlu menyempurnakan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Badan Nasional Sertifikasi Profesi;

  1. bahwa Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Badan Nasional Sertifikasi Profesi sebagaimana dimaksud dalam huruf a merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 10 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi;

  1. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri;

Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4408);

3. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;

4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER. 12/MEN/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi;

Memperhatikan : Surat Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor: 3730/M.PAN-RB/12/2010;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKRETARIAT BADAN NASIONAL SERTIFIKASI PROFESI.

BAB I
KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI

Pasal 1
(1) Sekretariat Badan Nasional Sertifikasi Profesi yang selanjutnya disebut Sekretariat
BNSP adalah unit kerja pendukung kelancaran pelaksanaan tugas BNSP, yang secara fungsional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Ketua BNSP, dan secara struktural dan administratif berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas.

(2) Sekretariat BNSP dipimpin oleh seorang Kepala.

Pasal 2
Sekretariat BNSP mempunyai tugas memberikan pelayanan administratif dan teknis untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas BNSP.

Pasal 3
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Sekretariat BNSP menyelenggarakan fungsi:
a. pelayanan administratif dan teknis, penyusunan rencana, program dan anggaran serta urusan keuangan, kepegawaian, ketatausahaan dan rumah tangga BNSP;
b. fasilitasi penyempurnaan regulasi sertifikasi dan advokasi;
c. fasilitasi peningkatan kerjasama kelembagaan sertifikasi; dan
d. fasilitasi peningkatan koordinasi sistem sertifikasi dan informasi.

BAB II
STRUKTUR ORGANISASI

Pasal 4
(1) Sekretariat BNSP terdiri atas:
a. Bagian Perencanaan, Regulasi dan Umum;
b. Bagian Fasilitasi Kerjasama Kelembagaan Sertifikasi; dan
c. Bagian Fasilitasi Sistem Sertifikasi dan Informasi
(2) Struktur Organisasi Sekretariat BNSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.

Pasal 5
Bagian Perencanaan, Regulasi dan Umum mempunyai tugas melaksanakan pelayanan administratif dan teknis, penyusunan rencana program dan anggaran, fasilitasi penyempurnaan regulasi sertifikasi dan advokasi serta urusan keuangan, kepegawaian, ketatausahaan dan rumah tangga BNSP.

Pasal 6
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Bagian Perencanaan, Regulasi dan Umum menyelenggarakan fungsi:
a. pelayanan administratif dan teknis, penyusunan rencana, program dan anggaran;
b. fasilitasi penyempurnaan regulasi sertifikasi dan advokasi; dan
c. pelaksanaan urusan keuangan, kepegawaian, ketatausahaan dan rumah tangga BNSP.

Pasal 7
Bagian Perencanaan, Regulasi dan Umum terdiri atas:
a. Subbagian Perencanaan dan Regulasi; dan
b. Subbagian Umum dan Keuangan.

Pasal 8
(1) Subbagian Perencanaan dan Regulasi mempunyai tugas melakukan pelayanan administratif dan teknis, penyiapan bahan penyusunan rencana, program dan anggaran serta fasilitasi penyempurnaan regulasi sertifikasi dan advokasi.

(2) Subbagian Umum dan Keuangan mempunyai tugas melakukan urusan keuangan, kepegawaian, serta ketatausahaan dan rumah tangga BNSP.

Pasal 9
Bagian Fasilitasi Kerjasama Kelembagaan Sertifikasi mempunyai tugas melaksanakan fasilitasi peningkatan kerjasama kelembagaan sertifikasi.

Pasal 10
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Bagian Fasilitasi Kerjasama Kelembagaan Sertifikasi menyelenggarakan fungsi:
a. fasilitasi pemberian lisensi lembaga sertifikasi;
b. fasilitasi pemberdayaan lembaga sertifikasi; dan
c. fasilitasi kerjasama kelembagaan sertifikasi.

Pasal 11
Bagian Fasilitasi Kerjasama Kelembagaan Sertifikasi terdiri atas:
a. Subbagian Fasilitasi Lisensi Lembaga Sertifikasi; dan
b. Subbagian Fasilitasi Pemberdayaan dan Kerjasama Lembaga Sertifikasi.

Pasal 12
(1) Subbagian Fasilitasi Lisensi Lembaga Sertifikasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan fasilitasi dan pelayanan pemberian lisensi lembaga sertifikasi.
(2) Subbagian Fasilitasi Pemberdayaan dan Kerjasama Lembaga Sertifikasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan fasilitasi pemberdayaan dan kerjasama kelembagaan sertifikasi.

Pasal 13
Bagian Fasilitasi Sistem Sertifikasi dan Informasi mempunyai tugas melaksanakan fasilitasi peningkatan koordinasi internal dan eksternal sistem sertifikasi dan informasi.

Pasal 14
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Bagian Fasilitasi Sistem Sertifikasi dan Informasi menyelenggarakan fungsi:
a. fasilitasi peningkatan koordinasi internal dan eksternal sistem sertifikasi;
b. fasilitasi peningkatan koordinasi internal dan eksternal sistem informasi;
c. fasilitasi pelaksanaan sertifikasi dan registrasi; dan
d. fasilitasi pelaksanaan publikasi.

Pasal 15
Bagian Fasilitasi Sistem Sertifikasi dan Informasi terdiri atas:
a. Subbagian Fasilitasi Sistem Sertifikasi; dan
b. Subbagian Fasilitasi Sistem Informasi.

Pasal 16
(1) Subbagian Fasilitasi Sistem Sertifikasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan fasilitasi peningkatan koordinasi internal dan eksternal sistem sertifikasi serta fasilitasi pelaksanaan sertifikasi dan registrasi
(2) Subbagian Fasilitasi Sistem Informasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan fasilitasi peningkatan koordinasi internal dan eksternal sistem informasi serta fasilitasi pelaksanaan publikasi.

BAB III
TATA KERJA

Pasal 17
Dalam melaksanakan tugasnya, setiap pimpinan satuan unit organisasi di Lingkungan Sekretariat BNSP wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik di Lingkungan BNSP, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi maupun dengan instansi lain yang terkait sesuai dengan tugas pokok masing-masing.

Pasal 18
Setiap pimpinan satuan organisasi di Lingkungan Sekretariat BNSP melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku.

BAB IV
PEMBIAYAAN

Pasal 19
Semua pembiayaan yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas dan fungsi Sekretariat BNSP dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Perubahan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat BNSP ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi.

Pasal 21
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, maka Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-282/MEN/XII/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Badan Nasional Sertifikasi Profesi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER-18/MEN/VIII/2005, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 22
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2010

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
Drs. H. A. MUHAIMIN ISKANDAR, M.Si

TEORI KEPEMIMPINAN

TEORI KEPEMIMPINAN

dipersembahkan oleh :
SWEETCORN TECH

Kepemimpinan dipandang sangat penting karena dua hal: pertama, adanya kenyataan bahwa penggantian pemimpin seringkali mengubah kinerja suatu unit, instansi atau organisasi; kedua, hasil penelitian yang menunjukkan bahwa salah satu faktor internal yang mempengaruhi keberhasilan organisasi adalah kepemimpinan, mencakup proses kepemimpinan pada setiap jenjang organisasi, kompetensi dan tindakan pemimpin yang bersangkutan (Yukl, 1989). Kenyataan dan/atau gagasan, serta hasil penelitian tersebut tak dapat dibantah kebenarannya. Semua pihak maklum adanya, sehingga muncul jargon “ganti pimpinan, ganti kebijakan”, bahkan sampai hal-hal teknis seperti ganti tata ruang kantor, ganti kursi, atau ganti warna dinding. Demikianlah, kepemimpinan itu merupakan fenomena yang kompleks sehingga selalu menarik untuk dikaji.

Dalam berbagai literatur, kepemimpinan dapat dikaji dari tiga sudut pandang, yakni: (1) pendekatan sifat, atau karakteristik bawaan lahir, atau traits approach; (2) pendekatan gaya atau tindakan dalam memimpin, atau style approach; dan (3) pendekatan kontingensi atau contingency approach. Pada perkembangan selanjutnya, fokus kajian lebih banyak pada cara-cara menjadi pemimpin yang efektif, termasuk dengan mengembangkan kesadaran tentang kapasitas spiritual untuk menjadi pemimpin profesional dan bermoral.

Konsep kepemimpinan merupakan komponen fundamental di dalam menganalisis proses dan dinamika di dalam organisasi. Untuk itu banyak kajian dan diskusi yang membahas definisi kepemimpinan yang justru membingungkan. Menurut Katz dan Kahn (dalam Watkin, 1992) berbagai definisi kepemimpinan pada dasarnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok besar yakni “sebagai atribut atau kelengkapan dari suatu kedudukan, sebagai karakteristik seseorang, dan sebagai kategori perilaku”.

Pengertian kepemimpinan sebagai atribut atau kelengkapan suatu kedudukan, diantaranya dikemukakan oleh Janda (dalam Yukl, 1989) sebagai berikut.

“Leadership is a particular type of power relationship characterized by a group member’s perception that another group member has the right to prescribe behavior patterns for the former regarding his activity as a group member”. (Kepemimpinan adalah jenis khusus hubungan kekuasaan yang ditentukan oleh anggapan para anggota kelompok bahwa seorang dari anggota kelompok itu memiliki kekuasaan untuk menentukan pola perilaku terkait dengan aktivitasnya sebagai anggota kelompok, pen.).

Selanjutnya contoh pengertian kepemimpinan sebagai karakteristik seseorang, terutama dikaitkan dengan sebutan pemimpin, seperti dikemukakan oleh Gibson, Ivancevich, dan Donnelly (2000) bahwa “Leaders are agents of change, persons whose act affect other people more than other people’s acts affect them”, atau pemimpin merupakan agen perubahan, orang yang bertindak mempengaruhi orang lain lebih dari orang lain mempengaruhi dirinya.

Adapun contoh pengertian kepemimpinan sebagai perilaku dikemukakan oleh Sweeney dan McFarlin (2002) yakni: “Leadership involves a set of interpersonal influence processes. The processes are aimed at motivating sub-ordinates, creating a vision for the future, and developing strategies for achieving goals”, yang dapat diartikan bahwa kepemimpinan melibatkan seperangkat proses pengaruh antar orang. Proses tersebut bertujuan memotivasi bawahan, menciptakan visi masa depan, dan mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan.

Sehubungan dengan ketiga kategori pengertian di atas, Watkins (1992) mengemukakan bahwa “kepemimpinan berkaitan dengan anggota yang memiliki kekhasan dari suatu kelompok yang dapat dibedakan secara positif dari anggota lainnya baik dalam perilaku, karakteristik pribadi, pemikiran, atau struktur kelompok”. Pengertian ini tampak berusaha memadukan ketiga kategori pemikiran secara komprehensif karena dalam definisi kepemimpinan tersebut tercakup karakteristik pribadi, perilaku, dan kedudukan seseorang dalam suatu kelompok. Berdasarkan pengertian tersebut maka teori kepemimpinan pada dasarnya merupakan kajian tentang individu yang memiliki karakteristik fisik, mental, dan kedudukan yang dipandang lebih daripada individu lain dalam suatu kelompok sehingga individu yang bersangkutan dapat mempengaruhi individu lain dalam kelompok tersebut untuk bertindak ke arah pencapaian suatu tujuan

SAFETY COMMUNICATION AND TEAM WORK

SAFETY COMMUNICATION AND TEAM WORK

Latar Belakang

Salah satu program penting dalam bidang safety adalah komitmen manajemen dan sosialisasi dari seluruh program safety yang menjadi concern perusahaan. Dalam hal ini ada kata kunci, yaitu masalah komunikasi dan solidnya komitmen teamwork dalam menjalankan seluruh program safety.

Komunikasi adalah sebuah istilah sederhana dan sangat gampang untuk diucapkan. Tapi dalam praktiknya tidak sedikit berbagai masalah yang timbul akibat dari lack of communication. Oleh karena itu pemahaman proses komunikasi menjadi sangat penting agar orang bisa lebih berhati – hati dalam memberikan informasi. Sosialisasi dan safety meeting / safety moment merupakan salah satu contohnya pentingnya penguasaan ilmu komunikasi untuk menyampaikan safety commitment yang harus build in pada diri seluruh karyawan agar bisa bekerja dengan selamat dan sehat.

Selain itu yang tak kalah pentingnya adalah membangun tim kerja yang solid sehingga safety program jangan hanya sekedar slogan dan jargon. Karyawan atau manajemen tidak bisa bekerja sendirian, semua harus bahu membahu dan memiliki tanggung jawab tim agar semua bekerja dengan selamat. Bukan hanya untuk short term, tapi juga long term bahkan sampai karyawan memasuki masa pensiun pun diharapkan tetap sehat dan tidak ada penyakit bawaan yang diakibatkan terabaikannya aspek kesematan pada saat masih bekerja.
Manfaat Training

Memahami dan mampu mempraktikan komunikasi yang baik, baik komunikasi lisan maupun tulisan terutama saat melakukan sosialisasi seluruh program safety agar terlaksana dengan baik. Mampu menciptakan tim kerja yang solid sehingga seluruh program safety yang meliputi berbagai jenjang organisasi perusahaan menjadi faham dan mau melaksanakan.
 Outline

    Communication Fundamentals
    Communication Process
    Information Processing
    Dissemination of Information
    Shift / Task Handover
    Cultural Differences
    Teamwork Effectiveness
    Responsibility & Leadership
    Decision making
    Keeping Up to date Safety Document
    Error Provoking Behavior
    Assertiveness

Latar Belakang Training K3 dan JSA

Latar Belakang Training K3 dan JSA:

dipersembahkan oleh

SWEETCORN TECH


Bahaya dan risiko ada dimana-mana di sekeliling kita. Jenis bahaya dan tingkat risiko tergantung dari kondisi lingkungan yang dihadapi termasuk di lingkungan kerja. Jenis bahaya dan tingkat risiko dari setiap tahapan proses dalam suatu proses industry adalah spesifik. Tidak semua pekerja mampu mengenali bahaya dan risiko dari pekerjaan yang mereka lakukan. Mengetahui jenis bahaya dan tingkat risiko di lingkungan kerja adalah kunci pokok untuk dapat mengendalikan bahaya dan risiko tersebut agar tidak menjadi malapetaka atau kecelakaan yang tidak diinginkan. Berbagai teknik telah dikembangkan untuk mengidentifikasi bahaya dan kajian risiko sehingga dapat dikembangkan sistem atau program pengendalian bahaya dan risiko ditempat kerja. K3 dan JSA adalah metode yang banyak digunakan dalam melakukan identifikasi bahaya ditempat kerja.

HIRAC adalah serangkaian proses mengidentifikasi bahaya yang dapat terjadi dalam aktifitas rutin ataupun non rutin diperusahaan, kemudian melakukan penilaian risiko dari bahaya tersebut lalu membuat program pengendalian bahaya tersebut agar dapat diminimalisir tingkat risikonya ke yang lebih rendah dengan tujuan mencegah terjadi kecelakaan.

JSA adalah serangkaian proses untuk mengidentifikasi bahaya dari setiap tahapan – tahapan suatu pekerjaan lalu dinilai bahayanya dan dibuatkan program pengendaliannya dengan tujuan untuk mencegah kecelakaan dalam melakukan pekerjaan tersebut.

Pelatihan ini dirancang untuk memberikan kompetensi kepada peserta training bagaimana prosedur dalam pembuatan K3 dan JSA serta membuat K3 dan JSA dengan menggunakan format standar serta menggunakan Qualitative Risk Matrix. Setelah mengikuti pelatihan ini peserta diharapkan dapat membuat dan menerapkan K3 dan JSA diperusahaan sehingga kecelakaan dapat dicegah dan ditanggulangi dengan baik sesuai dengan aturan yang berlaku diperusahaan.

Sasaran Training K3  dan JSA:


  •     Peserta diharapkan akan memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk memahami dan menerapkan konsep identifikasi bahaya dan risiko K3.
  •     Peserta mampu melakukan analisis bahaya dan penilain risiko ditempat kerja.
  •     Peserta mampu mengembangkan sistem pengendalian bahaya dan risiko di perusahaan.
  •     Peserta memahami Format HIRAC dan JSA
  •     Peserta mampu membendakan antara SOP, JSA dan HIRAC
  •     Peserta mampu membuat JSA pekerjaan diperusahaan masing – masing

Siapa Yang Harus Hadir Dalam Training K3 dan JSA:


  •     Staf/Manager Produksi, Lab, Gudang dan Maintenance Engineering
  •     Staf/Manager K3

Fasilitator Training K3 dan JSA :


Trainer – Trainer HSE cademy yang memiliki pengalaman dalam bidang K3 dan akademik.

Outline Training K3  dan JSA :

K3:

  •     Pemahaman Tentang Bahaya
  •     Pemahaman Tentang Risiko
  •     Konsep Kecelakaan Kerja
  •     Konsep K3
  •     Teknik dan Tools Identifikasi Bahaya dan Risiko di Tempat Kerja

    HAZOP
    FMEA
    Checklist
    What if
    Fault Tree Analysis
    Event Tree Analysis
    Cause Consequence Analysis
    Etc.

  •     Teknik dan Tools Penilaian Risiko
  •     Mengembangkan Manajemen Kontrol  Risiko di Perusahaan
  •     Latihan dan Kerja Kelompok

JSA:


    Pengertian JSA dan SOP
    Kriteria Pembuatan JSA
    Format JSA
    Langkah-langkah pembuatan JSA dan penerapannya.
    Latihan dan kerja kelompok

panduan ini didapat dari berbagai referensi Safety first
dipersembahkan oleh :
SAFETY FIRST
SWEETCORN TECH

Mendesain Program Alat Pelindung Diri

Mendesain Program Alat Pelindung Diri


By HSE
SWEETCORN TECH

Alat Pelindung Diri (APD) adalah peralatan yang dipakai oleh seorang pekerja untuk meminimalkan paparan terhadap bahaya kerja tertentu. Contoh APD termasuk respirator, sarung tangan, celemek, perlindungan jatuh, dan pakaian pelindung penuh, serta perlindungan kepala, mata dan kaki. Menggunakan APD hanya salah satu unsur dalam program keselamatan kerja yang dapatr diterapkan diantara berbagai strategi untuk memelihara lingkungan kerja yang aman dan sehat. APD tidak mengurangi bahaya itu sendiri dan juga tidak menjamin perlindungan permanen atau total.

Bahaya ada di setiap tempat kerja sehingga strategi untuk melindungi pekerja sangat penting. Prioritas harus diutamakan untuk pengendalian bahaya pada sumbernya atau di sepanjang jalur antara sumber dan pekerja. Banyak metode yang tersedia, dan yang paling sesuai dengan situasi ditempat kerja masing-masing yang harus digunakan.

Pengendalian bahaya pada sumbernya harus menjadi pilihan pertama karena metode ini akan menghilangkan bahaya sama sekali dari tempat kerja atau mengisolasi bahaya dari pekerja. Pendekatan ini mungkin memerlukan penggantian bahan dengan yang nonhazardous, isolasi bahaya, penambahan fitur keamanan untuk peralatan yang ada, desain ulang proses kerja, atau pembelian peralatan baru. Ketika bahaya tidak dapat dihilangkan atau dikontrol secara memadai, maka Alat Pelindung Diri (APD) dapat digunakan pada saat melakukan pekerjaan diarea berbahaya tersebut. APD harus dianggap sebagai tingkat terakhir dari perlindungan ketika semua metode lainnya tidak tersedia atau memungkinkan.

Sebelum keputusan dibuat untuk memulai atau memperluas program APD,  penting untuk dipahami prinsip-prinsip yang mendasari strategi perlindungan. Ada tiga elemen yang harus diperhatikan:

    Perlindungan pekerja
    Kepatuhan terhadap hukum / peraturan dan standar internal perusahaan
    Kelayakan teknis

Dalam prakteknya, hanya beberapa strategi yang tersedia. Ini termasuk:

    Teknik kontrol
    Substitusi bahan baku
    Perubahan proses
    Revisi praktek kerja
    Perubahan peralatan
    Administrasi kontrol
     Penggunaan peralatan pelindung diri

Sebuah strategi komprehensif yang baik mempertimbangkan bahaya, mengevaluasi semua metode pengendalian yang memungkinkan, mengintegrasikan berbagai pendekatan, dan meninjau kembali strategi tersebut sesering mungkin untuk memastikan operasi kerja yang aman.

Waktu yang tepat untuk menggunakan APD adalah ketika bahaya sudah diidentifikasi, hal ini berguna untuk mempertimbangkan prinsip-prinsip umum pengendalian, yang dapat dibagi dalam dua kategori dasar: “. Point-of-kontak” dan “pra-kontak”.
 Pra-kontak

Pengendalian Pra-kontak adalah metode pertama dan paling penting karena mencegah bahaya mencapai pekerja. Metode pengendalian Pra-kontak meliputi pengantian bahan atau proses yang kurang berbahaya, mengisolasi proses berbahaya, perbaikan atau peningkatan peralatan yang ada, atau memperoleh peralatan yang lebih aman. Pengendalian Pra-kontak juga dapat dicapai dengan memberikan perlindungan kepada pekerja dengan ventilasi pembuangan lokal, merawat mesin, lingkungan kerja yang lebih baik, dan praktek kerja yang aman. Sementara ada bahaya yang dapat diantisipasi dan dihindari secara efektif melalui pengendalian rekayasa pada tahap pra-kontak, namun masih ada bahaya lain yang tidak dapat diketahui sebelum terjadi kecelakaan. Sebuah upaya menyeluruh untuk mengidentifikasi bahaya sangat penting sehingga bahaya dapat dikurangi atau dihilangkan pada sumbernya.
Bilamana pengendalian pra-kontak tidak praktis, tidak layak, atau benar-benar tidak efektif maka pengendalian point-of-kontak harus digunakan.

Point-of-kontak

Pengendalian point-of-kontak adalah penting akan tetapi bersifat sekunder karena tidak dapat menghilangkan bahaya tersebut. Pengendalian ini hanya mengelola bahaya pada titik kontak dengan pekerja. Bentuk pengendalian terutama dilakukan melalui alat pelindung diri. APD digunakan saat pengendalian pra-kontak tidak sepenuhnya efektif.

APD digunakan untuk mengurangi atau meminimalkan paparan atau kontak terhadap agen fisik, kimia, ergonomis, atau biologis yang merugikan. Bahaya tidak dapat dihilangkan dengan APD, tetapi risiko cedera dapat dikurangi. Misalnya, mengenakan alat perlindung pendengaran mengurangi kemungkinan kerusakan pendengaran ketika alat pelindung pendengaran yang sesuai untuk jenis paparan kebisingan dan alat tersebut digunakan dengan benar. Namun, alat perlindung pendengaran tidak menghilangkan kebisingan. APD harus digunakan hanya apabila:

    Ssebagai langkah sementara (jangka pendek) sebelum sistem kontrol diimplementasikan;
    Dimana teknologi pengendalian pra-kontak tidak tersedia;
    Dimana pengendalian pra-kontak tidak memadai;
    Selama kegiatan seperti pemeliharaan, membersihkan, dan memperbaiki dimana pengendalian pra-kontak tidak layak atau efektif;
    Selama situasi darurat.

Sebuah program APD harus komprehensif. Hal ini membutuhkan partisipasi aktif dan komitmen mulai dari tahap perencanaan, pengembangan, dan implementasi dari semua tingkat: manajemen senior, pengawas, dan pekerja. Sebuah program APD yang baik terdiri dari unsur-unsur penting sebagai berikut:

    Survei tempat kerja
    Pemilihan pengendalian yang tepat
    Pemilihan APD yang sesuai
    Fit testing
    Pelatihan
    Dukungan manajemen
    Pemeliharaan
    Audit program

Kebijakan K3 harus menjadi prinsip dan aturan umum yang berfungsi sebagai panduan untuk bertindak. Manajemen senior harus berkomitmen untuk memastikan bahwa kebijakan dan prosedur K3 dilaksanakan. Program APD harus, dan harus terlihat memiliki kepentingan yang sama dengan semua kebijakan organisasi lainnya. Penunjukan koordinator program adalah sangat penting untuk memastikan keberhasilan program. Koordinator memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap elemen dari sebuah program sudah dibuat dan dilaksanakan.

Pada tahap awal, sebuah program harus direncanakan dengan hati-hati, dikembangkan dan dilaksanakan sepenuhnya dengan metode yang tepat dan sistematis. Program ini harus diperkenalkan secara bertahap dan bertahap. Tujuannya dan waktu yang direncanakan bagi pekerja untuk terbiasa memakai APD harus dikomunikasikan secara jelas. Dampak manfaat dari program ini harus dipublikasikan secara luas. Waktu bagi pekerja untuk memenuhi program ini dengan tidak ada tindakan atau sanksi yang dilakukan harus ditetapkan untuk membiasakan dan merubah perilaku pekerja dalam menggunakan APD. Setelah program ini dijalankan melalui konsultasi yang memadai dengan pekerja dan perwakilan mereka, diharapkan penggunaan APD dapat menjadi kondisi yang diperlukan oleh pekerja atau mereka akan menggunakan APD secara bertanggung jawab.

Penerapan program APD secara bertahap tidak boleh dilakukan ketika ada kebutuhan untuk masuk ke atmosfer berbahaya, atau di mana kegagalan untuk menggunakan peralatan menimbulkan risiko signifikan atau cedera yang fatal.

Semakin besar keterlibatan pekerja dalam semua tahapan program, semakin mulus program ini dalam penerapannya. Pengguna harus diberi tahu mengapa APD perlu digunakan dan pekerja juga harus diberi pelatihan bagaimana menggunakan APD secara benar. Metode pelaksanaan mempengaruhi penerimaan dan efektivitas keseluruhan program.

 Selain itu kesesuain APD dengan pekerja juga sangat berpengaruh terhadap penggunaan APD oleh pekerja. Efektifitas penggunaan akan menurun jika APD tidak nyaman , tidak fit atau tidak menarik, hal ini dapat mengakibatkan pekerja akan cendrung melepas APD meskipun hanya untuk sementara waktu, tapi hal tersebut akan sangat membahayakan bagi pekerja.

 Langkah pertama dalam pengembangan program APD adalah mengidentifikasi bahaya di tempat kerja. Beberapa jenis bahaya mungkin sudah jelas terlihat atau diketahui, tapi inspeksi di lokasi masih harus dilakukan. Praktek kerja, prosedur kerja, peralatan, tata letak tempat kerja, dan faktor individu mungkin memainkan peran penentu dalam jenis kontrol yang akan direkomendasikan untuk pekerjaan tertentu. Menyadari potensi bahaya harus mencakup pembuatan atau proses lainnya, maka tinjauan harus dilakukan untuk memeriksa bahaya fisik dan kimia yang dihadapi secara rutin atau berkala, memeriksa semua kegiatan pekerjaan yang berbeda dari area kerja, dan mempelajari langkah-langkah pengendalian yang ada. Setiap upaya harus dilakukan untuk mengendalikan semua bahaya, jika memungkinkan pada sumbernya. Perhatian khusus harus diberikan pada persyaratan pekerjaan yang mungkin memiliki konsekuensi penting bagi APD yang dipilih, karena beberapa jenis bahaya memerlukan beberapa solusi APD. Misalnya, bekerja dengan Klorin membutuhkan perlindungan pernapasan dan iritasi mata karena klorin dapat merusak sistem pernapasan dan selaput lendir mata. Hal ini penting untuk terus-menerus meninjau Lembar Data Keselamatan Bahan (MSDS) sebagai bagian dari pemeriksaan, karena MSDS menunjukkan jenis bahaya yang berhubungan dengan material tersebut. Evaluasi tempat kerja sebaiknya melibatkan komite K3 dan komite keamanan sebagai bagian integral dari tim survei.

Setelah kebutuhan APD diketahui, tugas selanjutnya adalah memilih jenis yang tepat. Dua kriteria perlu ditentukan:

    Tingkat proteksi yang diperlukan, dan
    Kesesuaian peralatan dengan situasi (termasuk kepraktisan dari peralatan yang digunakan dan disimpan dalam tempat yang baik).

Tingkat perlindungan dan desain APD harus diintegrasikan karena keduanya mempengaruhi efisiensi secara keseluruhan, daya tahan pakai, dan penerimaan.
Berikut ini adalah panduan untuk seleksi APD:
a). Sesuaikan jenis APD dengan jenis bahaya

Tidak ada jalan pintas untuk pemilihan APD. Pilih APD yang tepat untuk setiap jenis bahaya. Pada beberapa pekerjaan, tugas yang sama dilakukan sepanjang siklus pekerjaan, sehingga mudah untuk memilih APD yang tepat. Dalam kasus lain, pekerja mungkin terpapar dua atau lebih bahaya yang berbeda. Juru las yang mungkin memerlukan perlindungan terhadap gas las, sinar cahaya berbahaya, logam cair dan chip terbang. Dalam hal demikian, beberapa perlindungan yang dibutuhkan: helm las, kacamata keselamatan dan respirator yang sesuai.
b).  Mendapatkan saran

Membuat keputusan berdasarkan evaluasi bahaya menyeluruh, penerimaan pekerja, dan jenis APD yang tersedia. Begitu anda telah menentukan kebutuhan APD anda, diskusikan kebutuhan anda dengan pihak pemasok APD yang terpercaya dan memiliki reputasi baik dan kemudian meminta rekomendasi mereka. Selalu minta alternatif dan memeriksa setiap klaim produk dan data uji dari produk yang ditawarkan. Cobalah APD yang ditawarkan dan mengujinya untuk melihat bahwa produk memenuhi semua kriteria yang anda harapkan sebelum disetujui.
c) Melibatkan pekerja dalam evaluasi

Sangat penting untuk melibat pekerja dalam pemilihan model tertentu.Berikan contoh dan model APD yang akan dibeli untuk dicoba oleh pekerja, dan minta umpan balik dari mereka dan evaluasi secara bersama-sama untuk setiap model yang ditawarkan. Dengan cara ini, maka memungkinkan bagi pekerja untuk memilih yang cocok dan nyaman buat mereka.
 d) Pertimbangkan kenyamanan fisik APD (ergonomi)

Jika perangkat APD teralalu berat atau kurang pas maka tidak mungkin APD tersebut akan digunakan. Perhatikan juga bahwa jika perangkat APD tidak menarik atau tidak nyaman, atau tidak ada kesempatan bagi pekerja untuk memilih di antara model yang ada, maka kepatuhan akan penggunaan APD akan sangat rendah. Gunakan setiap kesempatan untuk memberikan fleksibilitas dalam pemilihan APD selama itu memenuhi undang-undang  dan standar yang ditetapkan.
e) Evaluasi pertimbangan biaya

Biaya APD sering menjadi perhatian. Beberapa program menggunakan respirator sekali pakai karena mereka tampaknya murah. Namun bila penggunaan dievaluasi dari waktu ke waktu, ada kemungkinan bahwa respirator cartridge ganda akan lebih ekonomis. Teknik kontrol rekayasa mungkin terbukti solusi yang efektif bahkan lebih hemat biaya dalam jangka panjang dan harus dipertimbangkan sebelum APD.
f) Tinjauan standar

Persyaratan kinerja dari semua standar harus ditinjau untuk memastikan bahwa paparan akan diminimalkan atau dihilangkan dengan menggunakan APD. Jika APD terpajan pada bahaya lebih besar dari spesifikasi yang ditentukan, maka tidak akan memberikan perlindungan yang memadai.
g) Fit Testing (Uij Pas)

Ketika pilihan sudah dibuat, dialakukan uji fit bagi setiap pekerja secara individu. Pada saat uji fit, sekaligus ditunjukan cara memakai dan memelihara APD dengan benar. Program fit testing individu harus dilakukan oleh teknisi ahli. Sebagai contoh, untuk pelindung mata yang memenuhi syarat melakukan fit testing adalah dokter mata, ahli optik, perwakilan produsen ‘atau seorang anggota staf yang terlatih khusus, seperti perawat.
  h) Lakukan perawatan rutin dan inspeksi

Tanpa perawatan yang tepat, efektivitas APD tidak dapat dijamin. Pemeliharaan harus mencakup pemeriksaan, perawatan, pembersihan, perbaikan, dan penyimpanan yang benar.
Mungkin bagian yang paling penting dari perawatan adalah kebutuhan untuk melakukan pemeriksaan APD. Jika pemeriksaan APD dilakukan secara hati-hati, maka jika ada kerusakan akan dapat diidentifikasi sebelum digunakan.

Prosedur harus dibuat untuk memungkinkan pekerja mendapatkan pengganti untuk APD yang rusak dan tetap terawat bersih. Perangkat perlindungan pernapasan memerlukan program perawatan, penyimpanan,  pembersihan, dan pengujian berkala. Mengenakan APD yang rusak bisa lebih berbahaya daripada tidak mengenakan apapun bentuk perlindungan sama sekali. Para pekerja memperoleh rasa aman palsu dan berpikir bahwa mereka dilindungi ketika bekerja dengan bahaya, dalam kenyataannya mereka tidak terlindungi.
i) Melakukan pelatihan

Tidak ada program yang bisa lengkap tanpa pelatihan untuk memastikan penggunaan yang optimal dari APD. Pelatihan harus mencakup bagaimana menentukan dan memakai APD, bagaimana mendapatkan perlindungan yang maksimal, dan cara merawat APD. Pelatihan dapat dilakukan secara individual atau dalam pertemuan kelompok. Program pelatihan harus menekankan tujuan utama dari program dan memperkuat fakta bahwa kendali teknik telah dilakukan sebagai strategi pencegahan primer. Tidak cukup hanya dengan memberitahu seseorang untuk memakai respirator hanya karena manajemen dan / atau undang-undang mengharuskan menggunakan APD. Jika respirator dimaksudkan untuk mencegah gangguan paru-paru, para pekerja harus diberitahu bahaya yang dapat merusak paru-paru mereka ditempat kerja. Pelatihan harus diberikan bagi semua pekerja termasuk manajer dan supervisor, baik mereka yang terpapar secara terus menerus atau yang terpapar sekali-sekali.
 j) Mendapatkan dukungan dari semua departemen

Setelah program berjalan maka diperlukan keterlibatan dari manajemen personalia, keamanan dan medis, personil pengawas, komite kesehatan dan keselamatan, individu pekerja, dan bahkan pemasok APD yang dipilih.
Program pendidikan harus dilakukan secara teratur dan terus menerus. Alasan paling umum dari kegagalan program APD adalah ketidakmampuan untuk mengatasi keberatan dari pekerja untuk memakai APD. Setiap masalah harus ditangani secara individual.
k) Audit program

Seperti halnya program atau prosedur yang dijalankan dalam suatu organisasi, efektivitas program APD harus dipantau dengan inspeksi peralatan dan audit prosedur. Audit tahunan sangat disarankan dan untuk daerah-daerah kritis sebaiknya ditinjau lebih sering. Ini akan sangat berguna untuk membandingkan kinerja keselamatan kepada mereka sebelum program dimulai. Perbandingan ini akan membantu menentukan keberhasilan atau kegagalan program. Tanpa pemantauan rinci, rekomendasi mengenai perubahan pada sebuah program atau retensi dari program ini bisa didukung.

Untuk mencapai tujuan keseluruhan dari tempat kerja yang aman harus didukung oleh strategi promosi. Strategi promosi berfokus pada:

    Komitmen dan rasa tanggung jawab manajemen dan pekerja terhadap program APD.
    Alasan yang mendasari dikembangkan program APD.
    Bagaimana program APD akan bekerja.

Keberhasilan program APD tergantung dari kerjasama dan dukungan dari semua pekerja dan manajemen yang terkait. Hal ini dapat dicapai dengan membantu pekerja memahami kebutuhan untuk memakai APD, dan dengan mendorong mereka untuk ingin memakainya daripada menuntut mereka melakukannya. Keberhasilan program akan lebih mungkin dicapai jika sistem kontrol pada sumber dan sepanjang proses telah diterapkan secara komprehensif dan efektif. Program promosi dapat dibantu dengan melakukan seminar, film, diskusi, safety day, dsb. Penggunaan poster dan stuffers amplop juga dapat membantu dalam mempromosikan program, tapi tidak harus digunakan sebagai satu-satunya alat promosi.Proses pendidikan pengunaan APD harus didukung oleh kebijakan perusahaan yang jelas dan tegas serta memberikan tanggung jawab untuk penggunaan APD kepada pekerja.

Contoh Program APD:

    Top of FormMerancang Program APD:
        Pastikan metode “hirarki kontrol”  seperti eliminasi, substitusi, rekayasa enjinering, dan kontrol administratif adalah pertahanan pertama. APD adalah garis pertahanan terakhir.
        Pastikan partisipasi aktif dari semua pihak.
        Pastikan bahwa koordinator program telah ditunjuk.
        Kembangkan tahapan program dengan timing yang jelas.
        Re-evaluasi program secara berkelanjutan.



    Strategi Promosi.
        Publikasikan dan komunikasikan komitmen terhadap program ini.
        Pastikan kebijakan perusahaan telah dirumuskan secara jelas dan singkat.
        Kembangkan program pelatihan.



    Survei Tempat Kerja
        Mengkaji praktek-praktek kerja, prosedur kerja, peralatan dan tata letak peralatan proses.
        Gunakan teknik analisis bahaya pekerjaan (JSA) untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kedalam praktek kerja atau operasi tertentu.
      Seleksi
        Pilih APD yang cocok dengan bahaya ditempat kerja.
        Dapatkan rekomendasi untuk pilihan yang tepat.
        Lakukan uji coba ditempat tempat kerja.
        Pertimbangkan kenyamanan fisik APD.
        Mengevaluasi pertimbangan biaya penggunaan APD.
        Pastikan APD memenuhi standar / sertifikasi (NIOSH, ANSI, SNI).



    Pengunaan
        Pastikan program APD mencakup penggunaan secara individu.
        Lakukan survei penggunaan untuk memastikan APD dipakai dengan benar.

    Pemeliharaan
        Memastikan bahwa pekerja tahu bagaimana melakukan pemeliharaan rutin dan pemeriksaan  APD mereka.
        Pastikan bahwa para pekerja dapat mengidentifikasi masalah potensial atau cacat pada APD baik selama pemeriksaan pra-penggunaan atau saat memakai / menggunakan.



     Pelatihan
        Pastikan semua pengguna, supervisor dan pekerja sudah mendapatkan pelatihan APD.
        Pastikan bahwa program pendidikan berjalan secara terus menerus.
     Audit Program
        Program review setidaknya dilakukan satu kali dalam satu tahun.
        Review dan bandingkan kinerja produksi dan keselamatan.
     Tanggung jawab pekerja meliputi:
        Pastikan anda mengenakan APD yang tepat untuk pekerjaan anda. Tanyakan kepada atasan atau petugas keselamatan jika anda tidak yakin dengan APD yang anda gunakan.
        Periksa APD sebelum dan setelah digunakan.
        Jaga dan rawat APD setiap saat.
        Bersihkan semua APD setelah digunakan.
        Memperbaiki atau mengganti  APD yang rusak.
        Simpan APD di udara kering yang bersih – bebas dari paparan sinar matahari atau kontaminan.
        Pastikan anda telah mendapatkan pelatihan memilih APD yang tepat, memakai APD, dan memelihara APD.
        Pastikan program pelatihan mencakup informasi yang menjelaskan kapan dan apa APD harus digunakan, dan mengapa APD harus dipakai.



SEMOGA BERMANFAAT

HSE SWEETCORN TECH

Prinsip Dasar Manajemen Risiko (Risk Management)

Prinsip Dasar Manajemen Risiko (Risk Management)


by HSE
SWEETCORN TECH

Manajemen risiko mulai diperkenalkan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja pada era tahun 1980-an setelah berkembangnya teori accident model dari ILCI dan juga semakin maraknya isu lingkungan dan kesehatan. Manajemen risiko bertujuan untuk minimisasi kerugian dan meningkatkan kesempatan ataupun peluang. Bila dilihat terjadinya kerugian dengan teori accident model dari ILCI, maka manajemen risiko dapat memotong mata rantai kejadian kerugian tersebut, sehingga efek dominonya tidak akan terjadi. Pada dasarnya manajemen risiko bersifat pencegahan terhadap terjadinya kerugian maupun ‘accident’.

Ruang lingkup proses manajemen risiko terdiri dari:

    Penentuan konteks kegiatan yang akan dikelola risikonya
    Identifikasi risiko,
    Analisis risiko,
    Evaluasi risiko,
    Pengendalian risiko,
    Pemantauan dan telaah ulang,
    Koordinasi dan komunikasi.

Pelaksanaan manajemen risiko haruslah menjadi bagian integral dari pelaksanaan sistem manajemen perusahaan/ organisasi. Proses manajemen risiko Ini merupakan salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk terciptanya perbaikan berkelanjutan (continuous improvement). Proses manajemen risiko juga sering dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi.

Manajemen risiko adalah metode yang tersusun secara logis dan sistematis dari suatu rangkaian kegiatan: penetapan konteks, identifikasi, analisa, evaluasi, pengendalian serta komunikasi risiko. Proses ini dapat diterapkan di semua tingkatan kegiatan, jabatan, proyek, produk ataupun asset. Manajemen risiko dapat memberikan manfaat optimal jika diterapkan sejak awal kegiatan. Walaupun demikian manajemen risiko seringkali dilakukan pada tahap pelaksanaan ataupun operasional kegiatan.

Terdapat empat prasyarat utama manajemen resiko, yaitu:

1. Kebijakan Manajemen Risiko

Eksekutif organisasi harus dapat mendefinisikan dan membuktikan kebenaran dari kebijakan manajemen risikonya, termasuk tujuannya untuk apa, dan komitmennya. Kebijakan manjemen risiko harus relevan dengan konteks strategi dan tujuan organisasi, objektif dan sesuai dengan sifat dasar bisnis (organisasi) tersebut. Manejemen akan memastikan bahwa kebijakan tersebut dapat dimengerti, dapat diimplementasikan di setiap tingkatan organisasi.

2. Perencanaan Dan Pengelolaan Hasil

1. Komitmen Manajemen; Organisasi harus dapat memastikan bahwa:

    Sistem manejemen risiko telah dapat dilaksanakan, dan telah sesuai dengan standar
    Hasil/ performa dari sistem manajemen risiko dilaporkan ke manajemen organisasi, agar dapat digunakan dalam meninjau (review) dan sebagai dasar (acuan) dalam pengambilan keputusan.

2. Tanggung jawab dan kewenangan; Tanggung jawab, kekuasaan dan hubungan antar anggota yang dapat menunjukkan dan membedakan fungsi kerja didalam manajemen risiko harus terdokumentasikan khususnya untuk hal-hal sebagai berikut:

    Tindakan pencegahan atau pengurangan efek dari risiko.
    Pengendalian yang akan dilakukan agar faktor risiko tetap pada batas yang masih dapat diterima.
    Pencatatan faktor-faktor yang berhubungan dengan kegiatan manajemen risiko.
    Rekomendasi solusi sesuai cara yang telah ditentukan.
    Memeriksa validitas implementasi solusi yang ada.
    Komunikasi dan konsultasi secara internal dan eksternal.

3. Sumber Daya Manusia; Organisasi harus dapat mengidentifikasikan persyaratan kompetensi sumber daya manusia (SDM) yang diperlukan. Oleh karena itu untuk meningkatkan kualifikasi SDM perlu untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang relevan dengan pekerjaannya seperti pelatihan manajerial, dan lain sebagainya.

3. Implementasi Program

Sejumlah langkah perlu dilakukan agar implementasi sistem manajemen risiko dapat berjalan secara efektif pada sebuah organisasi. Langkah-langkah yang akan dilakukan tergantung pada filosofi, budaya dan struktur dari organisasi tersebut.

4. Tinjauan Manajemen

Tinjauan sistem manajemen risiko pada tahap yang spesifik, harus dapat  memastikan kesesuaian kegiatan manajemen risiko yang sedang dilakukan dengan standar yang digunakan dan dengan tahap-tahap berikutnya.

Manajemen risiko adalah bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen proses. Manajemen risiko adalah bagian dari proses kegiatan didalam organisasi dan pelaksananya terdiri dari mutlidisiplin keilmuan dan latar belakang, manajemen risiko adalah proses yang berjalan terus menerus.

Elemen utama dari proses manajemen risiko, seperti yang terlihat pada gambar meliputi:

    Penetapan tujuan; Menetapkan strategi, kebijakan organisasi dan ruang lingkup manajemen risiko yang akan dilakukan.
    Identifkasi risiko; Mengidentifikasi apa, mengapa dan bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya risiko untuk analisis lebih lanjut.
    Analisis risiko; Dilakukan dengan menentukan tingkatan probabilitas dan konsekuensi yang akan terjadi. Kemudian ditentukan tingkatan risiko yang ada dengan mengalikan kedua variabel tersebut (probabilitas X konsekuensi).
    Evaluasi risiko; Membandingkan tingkat risiko yang ada dengan kriteria standar. Setelah itu tingkatan risiko yang ada untuk beberapa hazards dibuat tingkatan prioritas manajemennya. Jika tingkat risiko ditetapkan rendah, maka risiko tersebut masuk ke dalam kategori yang dapat diterima dan mungkin hanya memerlukan pemantauan saja tanpa harus melakukan pengendalian.
    Pengendalian risiko; Melakukan penurunan derajat probabilitas dan konsekuensi yang ada dengan menggunakan berbagai alternatif metode, bisa dengan transfer risiko, dan lain-lain.
    Monitor dan Review; Monitor dan review terhadap hasil sistem manajemen risiko yang dilakukan serta mengidentifikasi perubahan-perubahan yang perlu dilakukan.
    Komunikasi dan konsultasi; Komunikasi dan konsultasi dengan pengambil keputusan internal dan eksternal untuk tindak lanjut dari hasil manajemen risiko yang dilakukan.

Manajemen risiko dapat diterapkan di setiap level di organisasi. Manajemen risiko dapat diterapkan di level strategis dan level operasional. Manajemen risiko juga dapat diterapkan pada proyek yang spesifik, untuk membantu  proses pengambilan keputusan ataupun untuk pengelolaan daerah dengan risiko yang spesifik.

Beberapa Istilah Penting Dalam Manajemen Risiko

1.      Konsekuensi

Akibat dari suatu kejadian yang dinyatakan secara kualitatif atau kuantitatif, berupa kerugian, sakit, cedera, keadaan merugikan atau menguntungkan. Bisa juga berupa rentangan akibat-akibat yang mungkin terjadi dan berhubungan dengan suatu kejadian.

2.      Biaya

Dari suatu kegiatan, baik langsung dan tidak langsung, meliputi berbagai dampak negatif, termasuk uang, waktu, tenaga kerja, gangguan, nama  baik, politik dan kerugian-kerugian lain yang tidak dinyatakan secara jelas.

3.      Kejadian

Suatu peristiwa (insiden) atau situasi, yang terjadi pada tempat tertentu selama interval waktu tertentu.

4.      Analisis Urutan Kejadian

Suatu teknik yang menggambarkan rentangan kemungkinan dan rangkaian akibat yang bisa timbul dari proses suatu kejadian.

5.      Analisis Urutan Kesalahan

Suatu metode sistem teknik untuk menunjukkan kombinasi-kombinasi yang logis dari berbagai keadaan sistem dan penyebab-penyebab yang mungkin bisa berkontribusi terhadap kejadian tertentu (disebut kejadian puncak).

6.      Frekuensi

  Ukuran angka dari peristiwa suatu kejadian yang dinyatakan sebagai jumlah peristiwa suatu kejadian dalam waktu tertentu. Terlihat juga seperti kemungkinan dan peluang.

7.      Bahaya (hazard)

Faktor intrinsik yang melekat pada sesuatu dan mempunyai potensi untuk menimbulkan kerugian.

8.      Monitoring/ Pemantauan

Pengecekan, Pengawasan, Pengamatan secara kritis, atau Pencatatan kemajuan dari suatu kegiatan, tindakan, atau sistem untuk mengidentifikasi perubahan-perubahan yang mungkin terjadi.

9.      Probabilitas

Digunakan sebagai gambaran kualitatif dari peluang atau frekuensi.

Kemungkinan dari kejadian atau hasil yang spesifik, diukur dengan rasio dari kejadian atau hasil yang spesifik terhadap jumlah kemungkinan kejadian atau hasil. Probabilitas dilambangkan dengan angka dari 0 dan 1, dengan 0 menandakan kejadian atau hasil yang tidak mungkin dan 1 menandakan kejadian atau hasil yang pasti.

10.    Risiko Ikutan

Tingkat risiko yang masih ada setelah manajemen risiko dilakukan.

11.    Risiko

Peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai dampak terhadap sasaran. Ini diukur dengan hukum sebab akibat. Variabel yang diukur biasanya probabilitas, konsekuensi dan juga pemajanan.

12.    Penerimaan Risiko (acceptable risk)

Keputusan untuk menerima konsekuensi dan kemungkinan risiko tertentu.

13.    Analisis risiko

Sebuah sistematika yang menggunakan informasi yang didapat untuk menentukan seberapa sering kejadian tertentu dapat terjadi dan besarnya konsekuensi tersebut.

14.    Penilaian risiko

Proses analisis risiko dan evalusi risiko secara keseluruhan.

15.    Penghindaran risiko

Keputusan yang diberitahukan tidak menjadi terlibat dalam situasi risiko.

16.    Pengendalian risiko

Bagian dari manajemen risiko yang melibatkan penerapan kebijakan, standar, prosedur perubahan fisik untuk menghilangkan atau mengurangi risiko yang kurang baik.

17.    Evaluasi risiko

Proses yang biasa digunakan untuk menentukan manajemen risiko dengan membandingkan tingkat risiko terhadap standar yang telah ditentukan, target tingkat risiko dan kriteria lainnya.

18.    Identifikasi Risiko

Proses menentukan apa yang dapat terjadi, mengapa dan bagaimana.

19.    Pengurangan Risiko

Penggunaan/ penerapan prinsip-prinsip manajemen dan teknik-teknik yang tepat secara selektif, dalam rangka mengurangi kemungkinan terjadinya suatu kejadian atau konsekuensinya, atau keduanya.

20.    Pemindahan Risiko (risk transfer)

Mendelegasikan atau memindahkan suatu beban kerugian ke suatu kelompok/ bagian lain melalui jalur hukum, perjanjian/ kontrak, asuransi, dan lain-lain. Pemindahan risiko mengacu pada pemindahan risiko fisik dan bagiannya ke tempat lain.

4 Metode Pengendalian Risiko Bahaya Kimia

4 Metode Pengendalian Risiko Bahaya Kimia

BY  K3

SWEETCORN TECH


Untuk pengendalian bahaya kimia, ada empat tipe pengendalian yang dapat dilakukan, yaitu inherent, active, passive dan procedural .
1.  Inherently Safer Alternative (ISA).

ISA adalah strategi pengendalian bahaya dengan cara mengganti bahan baku atau proses berbahaya dengan bahan baku atau  proses yang tingkat bahayanya lebih rendah. Saat yang paling tepat melakukan ISA adalah pada saat awal pengembangan produk atau proses (development stage). Ada empat strategi yang dapat dilakukan dalam ISA, yaitu:

    Miminize; menggunakan bahan kimia berbahaya dalam jumlah kecil, baik selama penyimpanan, proses maupun pengiriman. Dengan mengurangi jumlah bahan kimia maka risiko dari bahan tersebut juga menjadi lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah yang lebih besar.
    Subtitute; mengganti bahan kimia yang berbahaya dengan bahan kimia yang kurang berbahaya. Misalnya pelarut organik yang bersifat mudah terbakar diganti denga air.
    Moderate; jika dua hal diatas tidak bisa dilakukan maka kita dapat melakukan proses atau penyimpanan pada kondisi yang lebih aman, misalnya pengenceran, penyimpanan dengan suhu yang lebih rendah, proses yang lebih sederhana dan sebagainya. Sehingga laju reaksi atau energi yang reaksi yang dihasil lebih rendah jika dibandingkan dengan kondisi normal.
    Dilution; melarutkan untuk mengurangi tingkat bahaya reaktifitas, baik pada saat proses produksi maupun penyimpanan.

2.  Passive Control

Passive control adalah mengurangi bahaya atau resiko dengan merancang proses dan peralatan yang lebih aman. Passive control dapat mengurangi frekuensi atau konsekuensi dari bahaya tersebut tanpa fungsi aktif peralatan apapun, misalnya tempat penampungan (contaiment), dinding tahan api, pipa atau tangki yang tahan terhadap tekanan tinggi.

3. Active Control

Active control menggunakan sistem engineering control, misalnya safety interlock, emergency shutdown system, smoke detector dan lain sebagainya.
4. Procedural Control

Procedural control disebut juga administrative control, yaitu proses pengendalian dengan cara membuat prosedur administratif menggurangi bahaya dan resiko dari bahaya kimia. Misalnya work instruction, safe operating limit, work permit dan sebagainya.

UTAMAKAN SELAMAT
KELUARGA MENANTI ANDA

HSE

Kepemimpinan Yang Efektif Dalam Mengembangkan Budaya K3

Kepemimpinan Yang Efektif Dalam Mengembangkan Budaya K3


by HSE – Penulis: Richard Fransiskus
SWEETCORN TECH

Kepemimpinan yang efektif dari senior manajemen merupakan salah satu tanda dari budaya K3 yang positip dan ini akan menentukan bagaimana pekerja-pekerja yang ada didalam organisasi akan bersikap terhadap K3. Tetapi amat disayangkan banyak sekali senior manajemen yang tidak begitu bersemangat dan tertantang didalam menangani K3 karena mereka mengganggab K3 tidak lebih dari urusan compliance atau kepatuhan terhadap regulasi sehingga terasa membosankan, mereka tidak melihat K3 sebagai sesuatu yang dapat memberikan kontribusi terhadap keuntungan dan daya saing perusahaan. Seringkali senior manajemen mewakilkan kehadirannya pada berbagai kegiatan atau rapat yang berkaitan dengan K3 kepada level yang lebih rendah, sehingga menyebabkan keterlibatan senior manajemen didalam K3 menjadi semakin berkurang atau sedikit. Sebagai dampak dari kurangnya keterlibatan manajemen dalam berbagai aktifitas K3 adalah menjadi menyempitnya fokus dari program K3 itu sendiri, sehingga pikiran-pikiran strategis untuk mengembangkan K3 menjadi berkurang atau hilang sama sekali, karena junior atau medium manajemen lebih fokus pada “how of safety” dari pada memikirkan “What and Why of Safety”. Jika hal itu terjadi maka K3 akan berjalan ditempat dan bisa mengalami penurunan dan tidak akan memberikan dampak yang signifikan terhadap perusahaan selain dari pada beban biaya atau cost center.

Pada dasarnya faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kepemimpinan dan manajemen yang efektif didalam K3 adalah sama dengan area oprasional yang lain seperti kualitas dan produktifitas.Adadua faktor penting dalam kepemimpinan yang efektif yaitu kepedulian and pengendalian.

Kepedulian adalah perhatian dalam hal berikut:

    Kesejahteraan pekerja
    Membantu pekerja ketika diperlukan
    Membangun hubungan baik dengan bawahan/pekerja
    Membangun komunikasi dua arah dengan menjelaskan segala sesuatu yang perlu
    Selalu ada atau bersedia ditemui

Pengendalian adalah melakukan hal berikut:

    Membuat target yang jelas
    Menjaga kinerja sesuai standar
    Memberi klarifikasi yang jelas tentang ruang lingkup pekerjaan, ekspektasi dan tanggung jawab.
    Memotivasi pekerja untuk mengikuti peraturan dan prosedur.

Kedua faktor tersebut harus dijalankan secara seimbang, jika tidak seimbang akan bisa menimbulkan dampak negatif terhadap kepemimpinan. Misalnya, jika kepedulian lebih dominan atau kuat dibandingkan pengendalian, maka manajemen akan dianggab terlalu lemah, tidak tegas atau tidak bisa membuat keputusan. Demikian juga sebaliknya, jika pengendalian terlalu dominan maka manajemen akan dianggab terlalu keras dan tidak mempercayai pekerja sehingga pekerja akan cendrung menjaga jarak dengan manajemen karena ketakutan, berusaha menyelamatkan diri masing-masing dan saling menyalahkan. Maka kepemimpinan yang efektif adalah pemimpin yang tingkat kepedulian dan pengendaliannya tinggi, mereka akan didengar dan dipatuhi oleh pekerja. Pemimpin yang efektif bersifat mengayomi dan mengutamakan pendekatan team dalam setiap penyelesaian masalah, semua keputusan dibuat dengan semangat kerjasama team, dan mengkomunikasi secara jelas setiap keputusan atau program yang dibuat. Maka secara ringkas dapat dijelaskan bahwa kepemimpinan yang efektif memperlihatkan unsur-unsur kepedulian dan pengendalian berikut:

    Mengkomunikasikan secara jelas kepada pekerja bagaimana cara mencapai target yang sudah ditetapkan.
    Menentukan jangka waktu untuk mencapai target tersebut.
    Membantu pekerja dalam mencapai target tersebut dengan menyediakan sumber daya yang diperlukan.
    Menghilangkan atau meminimalkan semua rintangan yang dapat menghalangi tercapainya target tersebut.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan yang efektif didalam K3 membutuhkan senior manajemen yang dapat mengembangkan dan mengimplementasikan recana strategis yang akan masuk kedalam “hati dan otak” pekerja didalam organisasi, dan secara personal menunjukkan semangat dan keinginan yang tinggi terhadap adanya perubahan kearah yang lebih baik dan menjadi model atau contoh perilaku yang dapat diikuti atau diteladani oleh semua pekerja, serta memaksimumkan atau mengoptimalkan penggunaan sumberdaya yang ada untuk meningkatkan produktifitas dalam kondisi lingkungan kerja yang aman dan nyaman.

SEMOGA BERMANFAAT

HSE Team